Bangkalan – Wajik merupakan penganan manis tradisional yang berbahan dasar beras ketan, gula aren, dan santan. Kudapan manis ini dikenal memiliki tekstur lembut dan sedikit lengket dengan cita rasa khas yang menggugah selera.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wajik adalah penganan yang dibuat dari campuran ketan, gula, dan kelapa dan dipotong seperti bentuk intan. Nama “wajik” sendiri berasal dari bahasa Jawa, yaitu “wani tumindak becik”, yang berarti berani berbuat baik.
Sejarah mencatat bahwa wajik telah ada sejak era Majapahit dan berkembang di wilayah Jawa Tengah serta Jawa Timur. Menurut penelitian Ata Aditya Wardana dan R. Haryo Bimo Setiarto (2024), wajik memiliki peran penting dalam budaya Jawa sejak zaman kerajaan Majapahit.
Hidangan ini sering disebut dalam berbagai naskah kuno, termasuk dalam Nawaruci yang ditulis oleh Empu Siwamurti. Wikipedia juga mencatat bahwa kudapan manis ini telah lama menjadi bagian dari kuliner khas masyarakat Jawa.
Wajik tidak sekadar menjadi makanan ringan, tetapi juga memiliki peran penting dalam budaya Jawa. Salah satu tradisi yang melibatkan kudapan manis ini adalah upacara Tumplak Wajik di Keraton Yogyakarta yang merupakan bagian dari Grebeg Muludan pada perayaan Sekaten.
Dalam upacara tersebut, wajik menjadi bagian dari gunungan yang akan didoakan dan dibagikan kepada masyarakat. Masyarakat percaya bahwa mendapatkan potongan makanan ringan ini dari gunungan akan membawa keberkahan dan keberuntungan.
Tidak hanya di Yogyakarta, tradisi menyajikan wajik juga ditemukan dalam berbagai upacara adat di Jawa. Penganan ini sering disajikan dalam pernikahan, syukuran, dan perayaan keluarga sebagai simbol kemanisan hidup.