Rukun-rukun pesantren, lanjut pria kelahiran Kamal itu, perlu memiliki 5 poin, yaitu; keberadaan Kiai, keberadaan satri mukim, keberadaan kitab, keberadaan asrama, dan keberadaan mushola atau masjid. Hal itu, menurut Miftah sebagai syarat mengajukan izin pondok pesantren yang akan menjadi pengawasan dan binaan Kemenag.
Selain itu, Ia mengaku ada syarat lain yang perlu dipenuhi, yaitu syarat administratif, seperti pendirian kemenkumham atau yang disebut badan hukum sebagai bentuk perlengkapan syarat secara legalitas hukum.
“Kalau tidak memenuhi syarat-syarat itu berarti bukan pondok pesantren, artinya pondok yang tidak memiliki izin, tentu belum terdaftar ke Kemenag, kami tidak mempunyai wewenang untuk menegor atau memberikan penegasan kepada yayasan tersebut,” terangnya.
Disinggung soal ketegasan Kemenag mengenai klem nama pondok pesantren, pihaknya berjanji akan menelusuri lebih lanjut, sebab itu sudah mencederai nama baik pondok pesatren. Ia menegaskan tidak sepatutnya menyebutkan serta kleman nama Pondo Pesatren, karena secara legalitas Raudlatul Ulum tidak memilki izin dari Kemenag.
“Sejauh ini, sesuai dengan pantauan Kemenag Bangkalan, kenapa diklem Ponpes, karena ada plakat atau plang tertera Pondok Pesantren, yang mana itu tidak patut untuk dijuluki Ponpes karena belum terdaftar dan tidak mempunyai izin dari Kemenag,” tegasnya.
Pihaknya juga akan menelusuri dan memastikan keberadaan yayasan tersebut. Sebab, hal itu sudah melanggar undang-undang pesatren, yang mana setiap pondok pesantren harus memiliki izin dari Kemenag. Oleh sebab itu, dirinya mengaku telah mensosialisasikan undang-undang tersebut kepada masyarakat.