Opini  

Feminisme, Kapitalis Vs Kapitalis

Foto: Istimewa

Pada abad pertengahan di wilayah Eropa lebih tepatnya di Jerman, Perempuan juga memiliki peran dalam lingkungan masyaraakat. Peran tersebut kemudian dijuluki 4K yakni kinder (anak-anak), Kirche (gereja), Kuche (dapur), dan Kleinder (pakaian). Dari empat istilah tersebut terlihat jelas bahwa stigma perempuan Jerman pada abad pertengahan tidak beda jauh dengan stigma perempuan di Indonesia yang masih sangat melekat di pikiran masyarakat: kasur, sumur, dan dapur.

Artinya, perempuan hanya boleh melakukan peranya di lingkup yang tertutup dan terhalang dari aktivitas yang berbau publik. Pada abad ke-18, perubahan posisi peran permpuan tidak terlalu signifikan. Perempuan hanya ada di tiga peran, yakni perempuan hanya bekerja di bidang cocok tanam, menjaga hewan ternak, dan menenun kain.

Diskriminasi perempuan pada abad 18 ini sama seperti di Arab Saudi sebelum ada perubahan strategi ekonomi oleh Muhammad bin Salman, yakni perempuan selalu nomor dua dari laki-laki dalam artian apa-apa yang berkaitan dengan kegiatan sosial, kepemilikan dan perjalanan perlu menunggu laki-laki terlebih dahulu baru kemudian perempuan boleh melakukan aktivitas. Artinya, perempuan tidak diberi kesempatan untuk membuat keputusan atas dirinya sendiri.

Pada awal permulaan abad ke 20, pergerakan perempuan di Jerman sudah semakin pesat. Beberapa tokoh perempuan menyuarakan hak perempuan untuk ikut andil dalam lingkup sosial. Peristiwa Vormaz dan revolusi Jerman tahun 1848 merupakan titik awal pergerakan perempuan hingga perempuan memiliki posisi yang sasuai dengan kemampuan mereka, dimulai dari maraknya pendidikan bagi perempuan.

Tinggalkan Balasan

error:

Eksplorasi konten lain dari Madurapers

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca