ERA DIGITAL seperti pedang bermata dua bagi Gen Z. Di satu sisi, mereka dapat dengan mudah mengakses informasi dan teknologi, membuka peluang-peluang baru yang menjanjikan. Namun, di sisi lain, mereka harus beradaptasi dengan tuntutan dunia kerja yang dinamis dan keterampilan baru yang mungkin belum mereka kuasai.
Pertanyaan yang muncul menjadi sangat penting: apakah Gen Z akan terpinggirkan di era yang mereka lahirkan? Atau sebaliknya, mereka memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan dan inovator yang membawa dampak positif?
Kenyataannya tidak sesederhana hitam dan putih. Gen Z memang memiliki beberapa kelebihan, seperti melek digital, rasa ingin tahu tinggi, dan adaptasi yang cepat. Namun, Gen Z juga dihadapkan dengan tantangan, seperti minimya soft skills.
Sebuah studi oleh Deloitte menunjukkan bahwa 70% pengusaha di Indonesia merasa Gen Z kurang memiliki soft skills yang dibutuhkan di dunia kerja, seperti komunikasi interpersonal, pemecahan masalah, dan kepemimpinan. Selain itu, tekanan sosial, Gen Z terbiasa bermedia sosial dan ekspektasi tinggi dari orang tua, sehingga mereka merasa tertekan untuk segera mendapatkan pekerjaan yang prestisius. Hal ini dapat mengakibatkan stres, depresi, dan krisis identitas.
Alasan dan tantangan yang sering muncul yaitu kurangnya pengalaman kerja. Pada tahun 2023 menunjukkan bahwa 45% perusahaan merasa Gen Z kurang siap menghadapi tuntutan dunia kerja, terutama karena minimnya pengalaman praktis di lapangan.