PDRB empat kabupaten Madura TA 2019 secara akumulatif mencapai Rp67,8 triliun dan TA 2020 menurun menjadi Rp66,1 triliun. Angka pertumbuhannya TA 2019-2020 terkoreksi negatif sebesar -Rp1,6 triliun (-2,4%). Kabupaten yang paling tinggi kontraksinya adalah Kabupaten Bangkalan dan yang paling rendah kontraksinya adalah Kabupaten Sampang. Jumlah kontraksinya di Kabupaten Bangkalan sebesar –Rp1,0 triliun (-5,6%) dan Kabupaten Sampang hanya sebesar –Rp0,04 triliun (-0,3%).
Tidak jauh berbeda dengan PDRB, perkembangan kondisi sosial-ekonomi masyarakat Madura mengalami perlambatan. Hal ini dapat dilihat pada IPM empat kabupaten Madura TA 2019-2020. Pada TA tersebut IPM-nya berada di kelompok sedang/menengah dengan IPM 64,5 dan TA 2020 IPM-nya tetap konstan berada di kelompok sedang dengan IPM 64,9.
Pada TA tersebut kenaikan IPM-nya hanya sebesar 0,4 point (0,6%). Kabupaten yang paling rendah kenaikan IPM-nya adalah Kabupaten Sumenep dan paling tinggi kenaikan IPM-nya adalah Kabupaten Sampang. Angka kenaikannya Kabupaten Sumenep hanya 0,2 point (0,3%), sedangkan Kabupaten Sampang mencapai 0,8 point (1,2%).
Berdasarkan data tersebut, dapat ditafsirkan bahwa, pertama, APBD empat kabupaten Madura TA 2019-2020 secara akumulatif tidak berkembang dengan baik. Yakni, pendapatan daerahnya tidak efektif, belanja daerahnya tidak efisien, dan rasio PAD terhadap pendapatan dan belanja daerah kecil, yang menunjukkan bahwa pemerintah daerah empat kabupaten Madura sangat tergantung pada pemerintah pusat dalam membentuk pendapatan daerah dan membiayai pelayan publik dan pembangunan daerah.
Madura tak akan pernah berkembang kecuali dengan satu syarat yaitu menjadi provinsi.
Madura tidak akan pernah berkembang selama masih belum menjadi provinsi
Tulisan ini sangat keren
Efek dari pandemi covid 19 memang sangat berdampak terhadap otonomi daerah, khususnya pedagang, pengusaha, dan sopir. Mengapa tidak, 30% dana desa pemerintah salurkan pada BLT sehingga program yang telah tersusun didesa harus mengalami pemangkasan dan hanya sebagian program yang mampu terlaksana di setiap desa. Ini menunjukkan betapa pedulinya pemerintah sendiri terhadap dampak covid19 terhadap seluruh elemen masyarakat. Jadi wajar bagi saya jika Madura harus mengalami penurunan APD pada 4 kabupaten yang dimiliki. Semoga kedepan mampu bangkit meskipun masyarakat harus terbiasa hidup berdampingan dengan covid19. Buat sang legendaris politik n analis fakta otonomi Madura diatas . Salam hormat buat anda dan sukses selalu. Amin🤲🤲
Berarti Ke-4 parameter (APBD, PDRB, PAD dan IPM) di empat kabupaten di Madura tidak memiliki visi dan misi yang jelas. Dalam konteks leadership, fakta diatas tidak paralel dengan visi dan misi para Bupati-nya, karena tidak mampu mendayagunakan APBD secara efektif dan efisien sesuai dengan skala prioritas daerahnya. Dalam konteks managemen, para Bupati tidak memiliki kapasitas dan akuntabilitas dalam mengelola daerahnya. PAD kecil dan bergantung dg DAU-DAK dari pusat itu berarti para Bupatinya jelas tidak punya jiwa entrepreneurship utk daerahnya. Pertumbuhan ekonomi harusnya paralel dengan peningkatan IPM yg signifikan. Secara politik ini pertanda gagal dan perlu ada rekomendasi agar tidak dipilih lagi dalam periode berikutnya. Rekomendasi kedua, diskursus Propinsi Madura itu menurut saya itu “obsesi ngawur” dan “over confidence” kelompok tertentu yang ingin berkuasa. Prediksi saya jika mmg jadi propinsi, aktor-aktor politik dan blater saling berebut kekuasaan dengan kyai, ujung2nya masyarakat madura jadi korban keserakahan politik aktor conflict of interest.
Mslhnya lemah di struktur dan kompetensi personal kelembagaan. Shg hasil dan dampak pembangunan tak trasa ke bawah. Bahkan, IPMnya rendah.
Masyarakat menunggu upaya pemda utk ngatasi masalah kesejahteraan tsb. Baru klo ini kelar, ayo bahas provinsi. Biar runut cara ngatasi masalahnya.