Harsanto menjelaskan bahwa ia mengambil kredit senilai Rp50.000.000 dengan jangka waktu pelunasan selama tiga (tiga) tahun. Namun, ia berhasil melunasi kredit tersebut tiga bulan sebelum jangka waktu yang ditetapkan.
Alih-alih memberikan pelayanan yang memuaskan, BRI justru terkesan menghindar dari tanggung jawabnya dan tidak memberikan kepastian terkait pengembalian sertifikat tanah.
“Tepat tiga bulan sebelum jangka waktu kredit berakhir, kami sudah melunasinya. Tapi, alibinya sertifikat hilang karena pindahan kantor. Ini tidak masuk akal,” ungkap Harsanto dengan rasa kecewa.
Kasus ini menimbulkan kecaman dari Supriadi, sebagai Sekretaris Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Bangkalan (HMPB), seharusnya BRI menjadi institusi yang dapat dipercaya dalam melakukan transaksi keuangan. Masyarakat mempertanyakan integritas dan kejujuran BRI dalam menangani jaminan kreditur.
“Atas dugaan tersebut, saya heran kapada pihak Bank BRI yang di bawah naungan BUMN itu bisa lalai dan bahkan menghilangkan sertifikat jaminan milik nasabah,” ucapnya.
Pihaknya meminta kepada bank BRI untuk bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa kelalaian, bahkan menghilangkan berkas penting berupa jaminan sertifikat tanah milik pak Harsanto.
“HMPB tetap akan mengawal dugaan hilangnya jamina sertifikat tanah dan surat penting lainnya,” cetusnya.
Kata Supriadi, jika belum juga menemukan titik terang dari BRI, maka pihaknya tidak akan segan segan akan melaporkan tindakan dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh bank BRI kepada Polres Bangkanlan.
“Jika tidak segera dikembalikan sertifikat tersebut, kami akan bertindak secara hukum, karena saya sudah mendampingi korban beberapa kali ke BRI Burneh maupun BRI cabang, namun dari pihak BRI tidak ada etikat baik,” pungkasnya.