Sampang – Sampang terus bergulat dengan kemiskinan yang mengakar. Menurut BPS Jawa Timur, angka kemiskinan di daerah ini masih mencapai 20,83 persen pada tahun 2024. Kondisi ini mencerminkan kebijakan pembangunan yang belum menyentuh akar permasalahan.
Infrastruktur yang tertinggal dan tak merata semakin memperburuk keadaan. Jalan rusak, fasilitas pendidikan yang minim, serta layanan kesehatan yang tidak merata membuat masyarakat sulit keluar dari lingkaran kemiskinan. “Tanpa infrastruktur yang memadai, mustahil Sampang bisa berkembang,” kata Wahyudi, Dosen UNIBA Madura, Sabtu (15/03/2025).
Ketertinggalan ini tidak hanya soal fasilitas, tetapi juga menyangkut kualitas SDM. Akses pendidikan dan kesehatan yang terbatas menjadi penyebab rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sampang, yang terendah di Jawa Timur. Kebijakan pemerintah harus lebih berpihak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Anggaran daerah justru memperlihatkan kontradiksi. Dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya 20,19 persen dari APBD 2025, Sampang bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat. “Ini menunjukkan ketidakmandirian fiskal yang berbahaya bagi pembangunan jangka panjang,” tegas Wahyudi.
Alokasi belanja daerah semakin menegaskan prioritas yang salah. Belanja pegawai mencapai 40,44 persen, sedangkan belanja modal untuk pembangunan infrastruktur hanya 9,56 persen. Kondisi ini memperlihatkan bagaimana anggaran lebih banyak digunakan untuk birokrasi dibandingkan kepentingan masyarakat.
Kurangnya investasi pada sektor pembangunan membuat Sampang sulit keluar dari stagnasi. Tanpa upaya serius dalam membangun infrastruktur dan SDM, daerah ini hanya akan berputar dalam lingkaran ketertinggalan. Program pembangunan harus memiliki orientasi jangka panjang, bukan hanya proyek jangka pendek.
Masyarakat sering kali menjadi korban dari kebijakan yang tidak tepat sasaran. Banyak proyek pembangunan yang hanya bersifat kosmetik tanpa dampak nyata bagi kesejahteraan warga. “Kebijakan pembangunan harus berbasis kebutuhan masyarakat, bukan sekadar proyek politis,” ujar Wahyudi.
