Berbicara feminisme bahasanya sangat kompleks. Setiap tokoh feminisme fokus pembahasannya berbeda-beda disesuaikan dengan latar belakang pengalaman tokohnya. Baik dari pengalaman pribadi atau pun dari keadaan lingkungan tokoh tersebut.
Kemudian lahirlah beberapa pendekatan feminisme yang menjadi acuan gerakan feminisme di lapangan seperti feminisme liberal, feminisme sosialis, dan feminisme radikal. Namun semuanya masih dalam satu wadah memperjuangkan hak-hak perempuan sebagai mahluk yang sama di hadapan sang pencipta.
Lanjut dengan kalimat salah satu teman Sarah Puan itu yang berbunyi, “Percaya nggak bahwa feminisme itu merupakan produk kapitalis?” Begitu tukasnya lalu saya tercengang sambil mengerutkan kening, kemudian menoleh pada teman kelas di samping saya.
“Kapitalisme mencoba mempengaruhi pemikiran perempuan untuk merendahkan pekerjaan rumah tangga atau biasa disebut dapur, sumur, kasur. Itu untuk mempengaruhi perempuan agar mencari posisi di luar rumah, sehingga para kapitalis waktu itu dengan mudah merekrut perempuan bekerja di pabriknya kemudian mereka diupah dengan harga yang murah.”
Sampai di sana saya dan teman kelas menggut-manggut, “Padahal pekerjaan rumah itu sama bergharganya dengan pekerjaan di luar rumah. Hanya saja, perempuan ingin dimanfaatkan oleh para kapitalis-kapitalis itu, pekerjaan rumah perempuan dianggap rendah. Oleh karenanya, perempuan berusaha berkompetisi mendapatkan posisi yang sama dengan laki-laki terutama dalam hal gaji,” Lanjutnya menjelaskan dengan antusias.