Selama cuti ini, ibu akan tetap mendapat upah penuh untuk tiga bulan pertama dan 75% dari upah untuk bulan keempat hingga keenam.
Poin keempat mengatur hak cuti bagi suami yang mendampingi istri saat melahirkan. Mereka berhak mendapat cuti minimal dua hari, dengan tambahan tiga hari berikutnya sesuai kesepakatan. Begitu juga bagi suami yang mendampingi istri saat mengalami keguguran.
Kelima, RUU ini juga memperhatikan kondisi-kondisi khusus ibu, seperti dalam situasi bencana atau kekerasan. Hal ini menunjukkan kepedulian terhadap kebutuhan dan perlindungan khusus bagi ibu dalam situasi-situasi sulit.
Terakhir, RUU KIA juga menekankan pentingnya peran bersama dalam membangun kesejahteraan ibu dan anak, bukan hanya tanggung jawab keluarga tetapi juga lingkungan sekitar. Hal ini bertujuan untuk mencegah pembebanan tanggung jawab yang berlebihan pada satu pihak saja.
RUU ini terdiri dari 9 bab dan 46 pasal yang mengatur hak, kewajiban, penyelenggaraan kesejahteraan, dan partisipasi masyarakat dalam perlindungan dan pembangunan kesejahteraan ibu dan anak.
Setelah melalui tahap pembahasan dan pengesahan di DPR, RUU KIA selanjutnya akan dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Paripurna tersebut dijadwalkan akan digelar sebelum masa reses lebaran pada awal April mendatang.