Jika dilihat dari jenjang pendidikan, tamatan SMK mencatat TPT tertinggi pada Februari 2025, sebesar 8,00 persen. Hal ini menunjukkan bahwa lulusan SMK belum sepenuhnya terserap oleh sektor industri atau jasa.
Sebaliknya, TPT terendah dicapai oleh kelompok pendidikan SD ke bawah, yaitu 2,32 persen. Lulusan tingkat rendah ini cenderung masuk ke sektor informal atau pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan tinggi.
Dalam hal distribusi, pengangguran paling banyak berasal dari lulusan SMA yang menyumbang 28,01 persen dari total pengangguran. Data ini menunjukkan bahwa jenjang pendidikan menengah umum belum efektif meningkatkan daya saing tenaga kerja.
Pengangguran dari lulusan diploma dan perguruan tinggi justru berada di posisi lebih rendah, masing-masing 2,44 persen dan 13,89 persen. Kondisi ini dapat mencerminkan adanya kelebihan pasokan tenaga kerja menengah yang tidak seimbang dengan permintaan pasar.
Secara keseluruhan, meskipun TPT Indonesia menurun secara umum, struktur ketenagakerjaan Indonesia masih menyisakan tantangan ketimpangan. Isu-isu berdasarkan jenis kelamin, daerah, usia, dan pendidikan menjadi kunci dalam merumuskan kebijakan ketenagakerjaan yang inklusif.