I. Cerita Bolpoin
Ada bolpoin yang mau didengar
perihal ceritanya sepuluh tahun menulis
sejuta tamu undangan.
Di tetanggamu yang bermacam itu
selalu ada yang tak sama
tentang prinsip memberi nama
yang baik pada anak-anaknya.
Seorang merelakan
kiainya yang dituakan
memberi kenang-kenangan
sebuah nama untuk anak pertama
bahkan seterusnya.
Seorang ikhlas pada gurunya
katanya saat besar nanti
ia tak akan pernah lupa jasa
sebab tiap memanggil putranya
mengingatkan ia pada gurunya.
Saat orang-orang yang punya sejarah itu dewasa,
bolpoin mencatatnya di buku induk sekolah
dan perguruan tinggi,
di daftar peminjam buku di perpustakaan
juga di daftar undangan pernikahan.
Nama yang beruntung abadi di piagam
nama yang sial tercatat di koran kriminal
dan bahan gosip tetangga orang tuanya.
Bolpoin takpernah bosan menulis nama-nama
Dimana namamu pernah dituliskan?
II. Ada Uang Kertas di Lipatan Baju
Ada uang kertas di lipatan baju
pulang dalam lemari kayu
di atas lipatan-lipatan yang lain
rapi menyusun dirinya sendiri.
Ada uang kertas di saku celana kotorku
antri dicuci dua minggu berlalu
musim hujan, sulit mengeringkan
tapi aku harus ganti pakaian.
Ada uang yang harus ditukar baju
bukan karena lebaran di depanku
tapi bau itu jelas mengganggu.
Ada uang di dompetmu
aku takminta meskipun keping satu
aku punya uang di dalam lemari
aku punya uang di pakaian itu
mauku beli baju baru
kuberikan untukmu
Bila saja kaumau
III. Kepala dan Mimpi yang Dimiliki
Adakah
diatas bantal itu
berbaring sebongkah kepala dan isinya mimpi
kepala pecah
mimpinya mengalir basah.
Aku tak bangun sampai duha
bahkan zuhur tiba.
Pernahkah kepalamu pecah
dan bantalmu basah oleh mimpi yang hangat
mengalir ke bibir yang mengecap doa-doa
kamu takbangun sampai duha, bahkan zuhur tiba.
Aku pernah, baru saja.
IV. Mihrab
Mihrab
aku melihatnya sambil bersila…
orang-orang salat berjamaah
di depan dan belakangku.
Mihrab
aku melihatnya sudah habis beberapa rakaat
salatnya orang yang ada di depan dan belakangku.
Mihrab
Di sana tempat berdoa atau tempat didoakan
Aku mau kesana.
V. Kaukira Aku Sesempurna itu?
Aku menanammu
di ladang paling dekat rumah ibu
taktumbuh berbuah, kutunggu.
Kuantarkan matahari itu sampai entah
menukar masa sampai masak.
Memaksa diam
maksa tersenyum
maksa hidup
maksa puitis
maksa ikhlas
maksa apa saja.
kaukira
aku sesempurna itu?
Biografi Penyair
Moh Samsul Arifin, Galis Bangkalan Madura, mempunyai hobi membaca dan menulis. Saat ini berprofesi sebagai dosen di STIT Al-Ibrohimy Bangkalan serta Praktisi Komunikasi. Follow Instagram: @sams_ulfarida.