PAPUA, tanah yang kaya akan keanekaragaman budaya dan keindahan alamnya, juga menyimpan uniknya sistem pemilihan umum yang dikenal dengan nama “noken”. Sistem ini, yang menjadi bagian integral dari budaya dan tradisi Papua, kini semakin menjadi sorotan dalam konteks hukum, budaya, dan asas pemilu yang berlaku di Indonesia.
Seperti di tempat lain di Indonesia, Papua juga merayakan euforia pemilu dengan semangat yang tinggi. Masyarakatnya turut berpartisipasi dalam proses demokrasi dengan memberikan suara mereka untuk memilih para pemimpin mereka, baik di tingkat lokal maupun nasional.
Namun, di tengah euforia ini, sistem noken menjadi sorotan utama karena aspeknya yang unik dan berbeda dari sistem pemilihan umum pada umumnya. Asas pemilu yang utama, yaitu langsung, bebas, dan rahasia, menjadi landasan demokrasi yang kuat di Indonesia. Namun, sistem noken di Papua menghadirkan dinamika tersendiri dalam aspek-aspek ini.
Sistem noken di Papua, yang menyerahkan peran pemilihan umum kepada pemimpin adat atau kepala suku, memunculkan pertanyaan yang serius terkait esensi demokrasi.
Meskipun upaya ini dimaksudkan untuk melibatkan komunitas adat secara langsung dalam proses politik, ada keraguan tentang sejauh mana pemilihan tersebut mencerminkan kehendak sebenarnya dari warga Papua secara keseluruhan.
Meskipun warga memiliki kesempatan untuk menyatakan preferensi politik mereka, keterlibatan kuat kepala suku dalam menentukan arah suara masyarakat mengarah pada keraguan tentang seberapa akurat proses tersebut dalam mewakili kehendak individu. Ini menimbulkan dilema antara kebutuhan untuk memelihara tradisi dan memperkuat partisipasi politik yang inklusif serta representatif.