Kapolda Jatim Tolak Semua Dalil Praperadilan yang Diajukan JE, Tersangka Pencabulan Anak di SMA SPI Batu

Pihak tersangka JE dan Kapolda Jatim yang masing - masing diwakili oleh Penasihat Hukum dalam perkara Praperdilan ini tengah menyerahkan bukti surat untuk diperiksa oleh Hakim Tunggal Martin Ginting (Sumber Foto : Fajar Yudha Wardhana)

Surabaya – Lanjutan persidangan praperadilan yang diajukan JE, bos SMA SPI Batu (tersangka pencabulan anak pada anak didiknya) selaku pemohon melawan Kapolda Jatim sebagai termohon di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya tentang sah atau tidaknya penetapan tersangka digelar Senin, 17 Januari 2022.

Persidangan ini dimulai pada pukul 10.00 WIB, dengan agenda pembacaan jawaban dan dilanjutkan pemeriksan bukti surat dari para pihak, Senin (17/1/2022).

Pemohon dan termohon dalam persidangan praperadilan, yang dipimpin oleh Hakim Tunggal Martin Ginting ini, diwakili oleh Penasihat Hukum (PH).

Jawaban Kapolda Jatim, Irjen Pol Nico Afinta, melalui Bidang Hukum (Bidkum) yang diketuai Kompol Dadang Kurnia, yakni menolak seluruh dalil materi praperadilan yang dimohonkan oleh PH JE, kecuali dalil-dalil yang mereka anggap benar.

Tim Bidkum Polda Jatim juga menyatakan beberapa alasan penolakan permohonan praperadilan JE, diantaranya proses penyidikan yang telah memanggil 22 orang saksi yang diklaim telah memberikan keterangan kepada penyidik.

“Para saksi itu rata-rata memberikan keterangan kesaksiannya atas kejadian pada tahun 2018. Di mana usia pelapor saat itu telah menginjak 24 tahun atau sudah dewasa,” papar tim Bidkum Polda Jatim.

Para saksi terang tim Bidkum Polda Jatim tidak melihat langsung kejadian asusila itu. Namun, para saksi mengklaim melihat pelapor sedih setelah dipanggil oleh tersangka JE di hotel Transformer.

“Bahwa pada sekitar bulan Oktober 2018, saksi melihat pelapor terburu-buru dipanggil oleh terlapor ke hotel Transformer. Saat kembali saksi melihat pelapor dalam keadaan sedih,” beber Kompol Dadang Kurnia.

Dari beberapa hal tersebut, Tim Bidkum Polda Jatim meminta majelis hakim menolak materi praperadilan yang dimohonkan oleh tersangka JE untuk seluruhya.

Seusai mendengar jawaban dari termohon, persidangan praperadilan ini dilanjutkan dengan pemeriksan bukti surat dari para pihak. Hakim tunggal Martin Ginting mempersilahkan pemohon dan termohon menyerahkan bukti surat.

Seusai persidangan, baik pihak Bidkum Polda Jatim maupun Tim PH-nya tersangka JE, tidak mau memberikan keterangan kepada wartawan. Mereka segera bergegas meninggalkan ruang sidang.

Sebelumnya, Jefri Simatupang, PH -nya tersangka JE, dalam materi praperadilan menolak keterangan 22 orang saksi yang dianggap tidak melihat langsung peristiwa dugaan pencabulan yang dituduhkan pada JE.

Dalam petitum materi praperadilan itu, Tim PH-nya tersangka JE meminta kepada majelis hakim supaya penyidik segera menghentikan dan mengugurkan status tersangka JE.

“Menyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum mengikat, tindakan termohon yang menetapkan pemohon sebagai tersangka dan Surat Penetapan Tersangka atas diri pemohon sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/118/VIII/RES. 1.24/2021/Ditreskrimum tertanggal 6 Agustus 2021, yang diterbitkan oleh termohon dalam perkara dugaan perbuatan berlanjut terhadap dugaan Tindak Pidana Persetubuhan dan/atau Tindak Pidana Pencabulan terhadap anak,” urai Tim Kuasa Hukum JE, dalam materi permohonan praperadilan.

Sementara itu, Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, yang memantau langsung jalannya persidangan, angkat bicara mengenai praperadilan yang diajukan oleh tersangka JE di PN Surabaya tentang sah atau tidaknya penetapan tersangka.

Arist, sapaan akrabnya, seusai persidangan kepada awak media mengatakan dalil-dalil yang diajukan pihak Bidkum Polda Jatim yang mana sudah lebih dari dua alat bukti.

“Sehingga mereka (maksudnya penyidik, red) berani menetapkan JE sebagai tersangka. Jadi, dengan dalil-dalil itu, dua alat bukti minimal dan bahkan sudah lebih dari dua alat bukti, maka tidak ada alasan bagi JE untuk menolak status tersangka itu,” tegasnya.

Karena dianggap kooperatif kata Arist, JE tidak ditahan, meski menurutnya seharusnya ditahan karena tuduhannya 2 Pasal berlapis UU Perlindungan Anak termasuk UU Nomor 17 Tahun 2016 yang dapat dipidana minimal 5 tahun penjara, maksimal 15 tahun penjara bahkan seumur hidup.

Oleh karena itu sambung Arist, dengan dalil-dalil itu maka tidak ada alasan untuk hakim yang menangani perkara ini menolak praperadilan.

“Jadi sekali lagi, Saya percaya betul bahwa dengan dalil-dalil yang disampaikan oleh Bidkum Polda Jatim itu, hakim pasti akan bijak dan menyatakan bahwa kasus ini ditolak untuk di praperadilan,” harapnya.

Ditanya tentang rekomendasi apa untuk anak-anak yang sekarang berada di SMA SPI agar mendapat perlindungan, Arist menjawab tadi disampaikan oleh hakim akan ada sidang marathon dan mudah-mudahan paling telat hari Senin-Minggu depan sudah diputuskan ditolak.

Lebih lanjut Arist menjelaskan kalau itu ditolak oleh hakim, maka di hari itu juga JE harus ditahan lalu diserahkan kelengkapan berkas perkara ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim.

“Tentu anak-anak di sana (maksudnya: di SMA SPI Batu, red) harus menjadi tanggung jawab Walikota Batu untuk diberikan rasa nyaman serta menindaklanjuti hak anak atas pendidikan,” ujarnya.

Arist percaya bahwa kasus kejahatan seksual terhadap anak di seluruh Indonesia, berdasarkan pengalaman empiriknya, bila ada tersangka pencabulan anak yang mengajukan praperadilan pasti ditolak oleh hakim.

Hal ini karena kasus kejahatan pada anak termasuk lex specialis. Apalagi menurut Arist saat ini sedang terjadi pro kontra perbincangan tentang hukuman mati bagi para predator-predator kejahatan seksual pada anak.

Ia berpendapat saat ini pemerintah harus bertanggung jawab untuk pendidikan anak yang berada di SMA SPI Batu. Dalam hal ini jelas Arist, Walikota Batu harus betul-betul mengambil alih SMA SPI untuk kelanjutan masa depan sekolah ini supaya bisa dilindungi oleh Negara.

“Saya kira itu harapannya. Tapi tersangka JE sudah harus ditangkap dan ditahan, karena itu merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan,” pintanya.

Lebih lanjut Arist mengingatkan, pada persidangan praperadilan seperti diutarakan oleh Bidkum Polda Jatim, ada 9 korban lagi atau terlapor dan juga disebutkan terdapat 17 Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang digunakan tersangka JE untuk melakukan perbuatan yang sangat biadap itu.

Bayangkan kata Arist, tidak ada lagi tempat di luar SMA SPI, bahkan sampai dilakukan di luar negeri dan itu sudah sebuah bukti yang bisa menjadi alat bukti yang dikeluarkan oleh pihak Bidkum Polda Jatim.

“Jadi saya kira, anak-anak yang di SMA SPI harus dijamin oleh Walikota Batu. Di situlah kehadiran pemerintah dan tentu Komnas PA akan merekomendasikan segera kepada Walikota Batu dan Dinas Pendidikan Jatim.”

“Praperadilan ini bukan memeriksa tentang pokok perkara, tetapi menguji apakah layak ditetapkan tersangka atau tidak. Maka, apabila hakim menolak praperadilan ini, harapan kita Kejati Jatim harus menetapkan berkas perkara tersangka JE sempurna atau P-21,” pungkasnya menutup wawancara dengan awak media.

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Madurapers

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca