Jakarta – Kerjasama Selatan-Selatan (KSS) yang menjadi salah satu topik hangat dalam Debat Ketiga Pilpres 2024, Minggu (7/1/2023), memiliki sejarah sendiri, yang tentu berbeda dengan Kerjasama Negara-negara Utara Dunia, Senin (8/1/2024).
Kerjasama Selatan-Selatan (South-South Cooperation) sebagai gagasan, awalnya bergulir dalam Konferensi Asia Afrika (KAA), di Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar), pada tahun 1955.
Gagasan KSS semakin menguat, mengutip dari PBB, ketika Persatuan Bangsa-Bangsa (United Nations) membentuk program bantuan teknis Dewan Ekonomi dan Sosial (Economic and Social Council) tahun 1949 dan pembentukan United Nations Development Programme (UNDP) tahun 1965.
Pada tahun 1974, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendukung pembentukan Unit Khusus dalam UNDP untuk meningkatkan kerja sama teknis di antara negara-negara berkembang.
Unit Khusus ini menjadi Kantor PBB untuk KSS, dengan utama mengkoordinasikan KSS dan kerjasama segitiga secara global dan dalam sistem PBB.
Pada konferensi Negara-negara Selatan mengenai Kerjasama Teknis antarNegara Berkembang (KTNB) di Buenos Aires tahun 1978, menghasilkan diadopsinya Rencana Aksi Buenos Aires (RABA) untuk mempromosikan dan melaksanakan KTNB.
KTNB ini merupakan salah satu pilar utama Negara-negara Selatan. Dengan pengesahan KTNB tersebut, Unit Khusus diperkuat untuk menjalankan amanat utamanya yang tertuang dalam RABA.
Pada tahun 2013, Unit Khusus ini berganti nama menjadi Kantor PBB untuk Kerjasama Selatan-Selatan, seperti yang kita kenal sekarang.