Pamekasan – Desentralisasi fiskal secara resmi dilaksanakan sejak 2001. Untuk memperkuat desentralisasi tersebut Pemerintah Pusat memberlakukan UU No. 28 Tahun 2009. Salah satu tujuannya untuk mendorong kemandirian fiskal daerah.
Menilai hal tersebut, Arif berpendapat bahwa hingga tahun 2021 Pendapatan Daerah Pemerintah Daerah Kabupaten Pamekasan belum mandiri. Kenyataan ini tampak terlihat pada proyeksi APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kabupaten Pamekasan TA (Tahun Anggaran) 2021.
Arif, Ketua Jaspenu dan Kabiro Madurapers Pamekasan, memaparkan data analisisnya ke redaksi Madurapers sebagai berikut;
Pada APBD TA tersebut, Pendapatan Daerah didominasi Pendapatan Transfer (Transfer Pemerintah Pusat dan Antar Daerah). Persentasenya mencapai 85,98% (Rp1.556.683.491.283) dari jumlah total Pendapatan Daerah yang mencapai Rp1.810.452.458.754.
Fakta ini menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Pamekasan belum mampu melaksanakan desentralisasi fiskal secara mandiri. Hal ini karena derajat desentralisasi fiskal, kemandirian keuangan daerah, dan kemampuan daerah dalam membiayai program/kegiatan program Pemerintah Daerah Kabupaten Pamekasan tidak/belum dapat dilaksanakan secara mandiri atau ketergantungan pada Dana/Bantuan dari Pemerintah Pusat dan Provinsi Jawa Timur.
Pada APBD TA 2021 derajat desentralisasi fiskal Kabupaten Pamekasan sangat rendah. Hal ini terlihat pada rasio (persentase) PAD-nya yang hanya sebesar 10,75% (Rp194.566.870.571) terhadap Pendapatan Daerah yang mencapai Rp1.810.452.458.754.
Iya ya. Sejak UU Otonomi daerah diberlakukan sejak 2001, ternyata itu menguji kreatifitas kepala daerah utk berlomba meningkatkan PAD. Ada yg berhasil, ada yg jalan ditempat dan ada yg justru PAD-nya menurun. Alhasil, desentralisasi fiskal Pamekasan jalan di tempat. Kenapa jalan ditempat? Jawaban itu yg hrs terjawab. Minus potensi lokal (UMKM, dll) yg bisa dieksplor atau justru minus kebijakan yg pro-poor, ataukah krn kepentingan politik (kapitalisasi dukungan) justru menenggelamkan inisiasi Kapitalisasi PAD, ataukah mmg sengaja membiarkan apa adanya, yg penting sepi demo ataukah ada unsur lain. Mnrt sy, kedepan, biar antar kepala daerah di Madura terjadi kompetisi kreasi, *Pertama* perlu ada *”Sinergi Madura Raya”*, selain utk sinergi visi misi mereka, juga bisa bersinergi produk kebijakan besar utk Perbaikan Madura. Hal ini sama dengan yg digagas Walkot Sby, Bupati Sidoarjo dan Gresik Februari lalu. Mereka duduk bersama dan hasilnya bagus. Salahsatu sinergi kebijakan mrk antara lain lima hal yang dibahas dan disepakati dalam pertemuan selama 120 menit dengan protokol kesehatan tersebut yakni integrasi penanganan pandemi COVID-19, manajemen transportasi terpadu, manajemen sungai terpadu, pengembangan manajemen pengetahuan untuk meningkatkan kualitas inovasi antardaerah dan infrastruktur jalan. *Kedua*, perlu ada *reidentifikasi potensi lokal yg jelas serta roadmap kapitalisasinya*, biar mereka jalan sesuai roadmap yg dibuat dan disepakati, shg lbh terarah dan terukur. *Ketiga* perlu ada *Kontrol kebijakan komprehensif”* dari lembaga independen di luar sistem biar efektif dan efisien. Kalaupun tdk, yg penting antar kepala daerah bisa saling menjaga komitmen, no problem. *Keempat*, perlu ada *supporting system dan anggaran dari pemerintah pusat” utk memajukan Madura Raya*. *Kelima*, petlu *ada dukungan dari berbagai tokoh masyarakat dan intelektual kampus dan intelektual pondok yg pro kemajuan Madura Raya*. Kalau kelima hal ini jalan, Insya Allah PAD naik signifikan, krn para kepala daerah akan berjiwa entrepreneurship tinggi dan tidak mau kalah dg tetangganya. Semoga analisa ini bermanfaat.
Mantap