Jakarta – Penandatanganan perjanjian kerja sama Indonesia Investment Authority (INA) dengan PT Hutama Karya (Persero) dan PT Waskita Toll Road merupakan bentuk komitmen penuh serta upaya konkrit dari pemerintah dalam mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif untuk pembangunan infrastruktur secara berkelanjutan.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam acara Penandatanganan Perjanjian Induk antara INA dengan Hutama Karya & Konfirmasi Dimulainya Transaksi dengan Waskita Karya-Waskita Toll Road pada Kamis (14/4/2022) mengatakan bahwa momentum ini menandai tahapan baru peran Indonesia Investment Authority (INA) untuk tidak hanya menarik investasi dan pembiayaan dari luar negeri dalam bentuk ekuitas.
Namun juga bentuk upaya menanamkan dana investasi itu di dalam proyek-proyek strategis nasional.
“Penandatanganan perjanjian induk antara Indonesia Investment Authority dengan PT. Hutama Karya dan konfirmasi dimulainya transaksi dengan Waskita Toll Road merupakan suatu realisasi pembiayaan yang sifatnya inovatif, dimana sumber pembiayaan merupakan skema baru dalam rangka kita dapat terus mengakselerasi pembangunan infrastruktur terutama jalan tol di Indonesia dengan mengikutsertakan investor baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri melalui INA,” terang Menkeu.
Pembangunan infrastruktur merupakan kunci pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pembangunan infrastruktur di berbagai sektor memiliki efek berganda terhadap pengembangan wilayah, nilai tambah industri, dan penciptaan kesempatan kerja baru.
“Pembangunan infrastruktur adalah suatu agenda yang sangat penting yang telah disebutkan oleh Bapak Presiden. Saat ini setidaknya ada 54 proyek jalan tol yang dikategorikan sebagai proyek strategis nasional dan lokasinya tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Akselerasi percepatan pembangunan infrastruktur merupakan sebuah pilar yang sangat penting dalam memajukan ekonomi Indonesia terutama dari aspek perbaikan daya saing dan produktivitas,” lanjut Menkeu.
Menkeu melanjutkan bahwa pembangunan infrastruktur juga membutuhkan pendanaan yang sangat besar.
RPJM nasional 2020-2024 menunjukkan kebutuhan pendanaan untuk infrastruktur mencapai Rp6.445 triliun.
Sementara itu, APBN menyediakan sebesar Rp2.385 triliun atau 37 persen dari total seluruh kebutuhan.
Oleh karena itu, Menkeu menekankan bahwa untuk meneruskan pembangunan tidak mungkin terus-menerus tergantung pada ketersediaan dana APBN, namun juga membutuhkan peranan BUMN dan pihak swasta.
“Oleh karena itu, salah satu pendekatan yang penting yang hari ini akan ditunjukkan melalui penandatanganan head of agreement adalah pendekatan melalui optimalisasi aset atau asset recycling khususnya untuk proyek infrastruktur existing dan yang sudah beroperasi dengan menginjeksikan fresh money, namun tidak melalui APBN langsung, tetapi melalui INA,” kata Menkeu. (*)