Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI, Rahmat Saleh, menyoroti banyaknya mutasi jabatan yang dilakukan kepala daerah petahana tanpa mengikuti ketentuan hukum yang berlaku.
Ia mengungkapkan bahwa pelanggaran terkait mutasi jabatan merupakan salah satu yang paling banyak dipermasalahkan dalam sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurutnya, Pasal 71 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada telah mengatur larangan bagi kepala daerah petahana untuk melakukan mutasi jabatan dalam periode tertentu tanpa persetujuan Menteri.
Rahmat menilai bahwa meskipun aturan tersebut sudah jelas, masih banyak kepala daerah petahana yang tetap melakukan mutasi jabatan secara sepihak.
Berdasarkan banyaknya kasus serupa di MK, ia mendorong adanya evaluasi terhadap aturan mutasi jabatan dalam UU Pilkada agar lebih efektif dalam mencegah penyalahgunaan wewenang.
Selain itu, ia juga mengusulkan agar pemerintah dan penyelenggara pemilu mulai mengkaji kemungkinan penerapan sistem e-voting pada Pemilu 2029 mendatang.
Menurutnya, penggunaan teknologi digital dalam pemilu dapat meningkatkan efisiensi anggaran karena biaya penyelenggaraan yang selama ini sangat besar.
Ia memperkirakan bahwa pada Pemilu 2029, mayoritas pemilih akan berasal dari kalangan milenial dan generasi Z, sehingga digitalisasi dalam pemilu menjadi langkah yang relevan.
Lebih lanjut, ia menilai bahwa sistem e-voting berpotensi menekan angka golput yang masih menjadi tantangan dalam setiap pemilu.
Namun, ia menekankan bahwa penerapan e-voting harus dibahas secara matang dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk Komdigi, BSSN, dan Kepolisian.