Sumenep – Bulan ini telah memasuki musim panen tembakau, oleh karenanya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, Madura, berinisiatif untuk membangun Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).
Hingga sekarang Pemkab Sumenep baru menyelesaikan tahap studi kelayakan. Pada pembangunan ini diperkirakan bakal menelan biaya senilai Rp 10 miliar.
Kepala Bidang (Kabid) Perindustrian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumenep, Agus Eka Hariyadi menyatakan bahwa KIHT ini akan ditempatkan di Desa Guluk-guluk, Kecamatan Guluk-guluk, Sumenep.
Pasalnya pemilihan tempat ini sudah melalui proses studi kelayakan secara detail. Sehingga berdasarkan hal tersebut Agus memastikan bahwa Kecamatan Guluk-guluk merupakan lokasi yang sangat tepat.
“Tentu banyak faktor dalam menentukan lokasi. Kalau dalam teorinya ada beberapa aspek, seperti kedekatan dengan bahan baku, transportasi jalan, sumber energi, dan tenaga kerja. Pasti banyak perhitungannya, dari beberapa lokasi yang dikaji paling bagus adalah Desa Guluk-guluk dan memang Guluk-guluk daerah penghasil tembakau,” jelasnya, Rabu (22/09/2021).
Adapun luas lahan yang dibutuhkan untuk kawasan pembangunan KIHT ini minimal 5 hektar. Sedangkan untuk tahap awal Pemkab Sumenep masih bisa mengusahakan lahan seluas 1,8 hektare.
“Sedangkan dari sisi aturan, paling tidak minimal 5 hektar. Makanya pada tahap awal yang bisa dilakukan mungkin itu seluas 1,8 hektar,” paparnya.
Selain itu tahapan yang perlu dipersiapkan oleh Pemkab Sumenep adalah penyusunan detail engineering design (DED), masterplan dan amdal.
“Ada tahapan-tahapan selanjutnya, di antaranya penyusunan detail engineering design (DED) , masterplan dan amdal. Ini yang sedang proses pengerjaan kesana,” tambahnya.
Agus juga mengungkapkan, anggaran dana pembangunan KIHT tersebut akan diambil dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun 2021.
Pembangunan ini sengaja ingin digagas oleh Pemkab Sumenep dengan tujuan agar produksi dan peredaran industri hasil tembakau (IHT) ilegal dapat diberantas.
“Maksud kegiatan KIHT secara hukum, ada IHT yang ilegal kemudian kita bisa merangkul mereka, ditempatkan dalam suatu tempat, difasilitasi, keluar IHT legal. Jadi intinya penegakan hukum yang lebih persuasif,” terangnya.
Berdasarkan data Bea Cukai yang diungkapkan oleh Agus, terdapat 16 IHT atau perusahaan rokok legal yang beroperasi di Kabupaten Sumenep. Sementara untuk peredaran produksi rokok ilegal jumlahnya belum diketahui secara pasti.
“Yang mempunyai NPP PKC ada 16 perusahaan rokok. Kalau rokok ilegal kami belum tahu, tapi itu ada,” pungkasnya.