Bangkalan – Dampak cuaca panas membuat para nelayan mogok kerja, perjuangan untuk menghidupkan keluarganya sangat bergantung pada hasil pencaharian di laut seperti menghasilkan rajungan, kepiting, ikan, dll.
Hal ini membuat para nelayan cemas karena omsetnya menurun sehingga seringkali tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Meskipun kondisinya demikian, para nelayan tetap melaut karena memang sumber utama penghasilannya.
Pak Kasim, salah satu nelayan, menceritakan bahwa Agustus, menurut leluhurnya, memang berbeda dengan bulan yang lain. Hal ini karena faktor cuaca yang berbeda termasuk kesulitan untuk mendapatkan pencarian di laut. Sebab, cuaca yang terlalu panas ini membuat ikan tidak mendekat.
Akibatnya, omset maksimal yang dicepai saat musim panas seperti saat ini hanya mencapai sekitar Rp 100 ribuan, tapi kadang tidak memperoleh apa-apa.
“Tapi kami tidak pernah pesimis demi menghidupi keluarga, Mas. Setiap hari tetap ke laut, berangkat jam 1 malam, pulang jam 10 pagi. Setiap hari kami begitu,” kata Kasim saat di temui di tempat kerjanya oleh awak media Madurapers. Kamis, (9/9/2021).
Dengan semangat juangnya, Pak Kasim berangkat jam 1 malam, pulang jam 10 pagi. Menurutnya, itu sudah jam biasanya untuk mendapatkan ikan. Sayangnya, Kasim keseringan mendapatkan hasil yang mengecewakan karena tidak dapat apa-apa dari hasil kerjanya.
Walau demikian, Kasim yang sudah menjalankan profesinya sebagai nelayan dari tahun 90 sampai sekarang tetap tidak putus asa untuk berjuang setiap hari. Menurutnya, itu sudah menjadi aktivitasnya menjadi sumber penghasilan demi menghidupi keluarganya.
“Kalau saya tidak berangkat, apa yang akan saya tunggu, Mas, wong hanya itu pekerjaan saya dan tidak ada lagi. Satu hari saya tidak berangkat, dan kelurga pasti rugi. Meskipun hanya mendapatkan 20 ribu dan 40 ribu, penting ada pemasukan mas,” kata dia.
Tidak hanya itu, Kasim juga mengeluh akibat dampak yang sangat drastis tersebut. Biasanya secara normatif mendapatkan 500 ribu perhari, namun setiap bulan Agustus berubah drastis dan hanya mencapai 100 ribu. Itu paling maksimal, kadang juga tidak dapat apa apa dan hanya rugia. Sebab, setiap kali jalan harus biaya sekitar 40-50 ribu.
“Keseringan kalau mau berangkat melaut, kami mencari pinjaman dulu untuk moda dan jaminannya adalah hasil dari laut, karena saya optimis dapat uang, atau hasil tangkapan yang bisa dijual,” imbuhnya.
Pria kelahiran Bangkalan itu menceritakan bahwa dirinya mempunyai tiga anak dan untuk membiayai sekolahnya, keseringan berhutang ke tetangga, karena hasil jualannya kadang tidak cukup untuk dimakan apalagi untuk bayar sekolah anak.
Walau demikian, pria yang mempunyai tiga anak itu selalu optimis untuk menghidupi keluarganya karena dirinya memercayai bahwa semua rezeki sudah ada yang mengatur.
“Kami hanya bisa berjuang dan berdoa kepada yang Maha Pemberi untuk menghidupi ketiga anak dan keluarga. Saya luntang-lanting ke sana ke mari demi mempertahankan hidup bersama keluarga,” keluhnya, dengan nada sedih di depan awak media Madurapers.