Opini  

Menentukan Peran Santri pada Konsolidasi Demokrasi

Mohammad Fauzi, peminat kajian sosial-politik dan demokrasi (Dok. Madurapers, 2022).

Demokrasi diperkenalkan pertama kali di Yunani pada 3-6 s.M dan di era modern dipraktekkan negara-negara Barat di penghujung abad ke-19, yang kemudian di era kontemporer penyebar luas ke seluruh dunia (Dahl, 2001).

Demokrasi dalam pengertian ini adalah pemerintahan rakyat (Dahl, 2001; Held, 1996; Sheldon 2001). Pemerintahan ini berbeda dengan pemerintahan aristokrasi, monarki, dan oligarki, yang model pemerintahan ini hanya diperintah oleh satu orang, sekelompok orang, dan segelintir orang (Dahl, 2001; Held, 1996; Sheldon, 2001).

Di Indonesia demokrasi diperkenalkan dan dipraktekkan sejak Indonesia merdeka 1945. Model demokrasinya adalah Demokrasi Pancasila dengan asas ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.

Pelembagaannya di level/tingkat negara/pemerintah Indonesia diatur dalam Pembukaan dan Pasal 1, 2, 18, 19, 22E, 28I, 28J, dan 33 UUD 1945 Amandemen ke-4.

Di tingkat daerah diatur pada Bagian Menimbang dan Pasal 25, 108, dan 161 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Di tingkat desa diatur pada Pasal 26, 63, 67, 31, 54, dan 56 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Di pemilu diatur pada Bagian Menimbang dan Pasal 1 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Meski dipraktekkan dan dilembagakan sudah lama di negara Indonesia, konsolidasi demokrasi masih dipertanyakan. Fenomenanya berkembang dinamis, kadang menguat dan terkadang melemah.

Berdasarkan konteks inilah, publik/kelompok kepentingan (masyarakat), termasuk santri, krusial untuk ikut andil dalam proses konsolidasi demokrasi dengan baik. Sehingga keadilan sosial yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia tercapai dengan baik.

Namun, yang menjadi persoalan/masalah dalam hal ini adalah: (1) apakah santri pantas/layak ikut terlibat dalam demokrasi? (2) bagaimana santri menentukan perannya dalam konsolidasi demokrasi?

Masalah ini penting diurai/dipaparkan, hal ini karena demokrasi adalah bagian dari sistem politik, dimana oleh sebagian kalangan disebut negatif, kotor, dan buruk (Aziz, 2021).

Santri dan Konsolidasi Demokrasi

Dalam perspektif (aliran pemikiran) politik realis, politik ditekankan pada ranah perebutan dan mempertahankan kekuasaan politik. Politik main kayu Machiavellian, menjadi arus utama pemikirannya (Skinner, 2002).

Aliran politik ini memperbolehkan para aktor politik melakukan kekerasan dan manipulasi untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan dengan alasan demi mencapai tujuan kebaikan masyarakat (Machiavelli, 1991).

Namun, politik tidaklah demikian, hal ini karena dalam perspektif (aliran pemikiran) politik idealis sejatinya politik tidaklah seperti model pemikiran realis (Skinner, 2002).

Menurut Noam Chomsky (1997) politik berkaitan dengan kebijakan. Politik dan kebijakan adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Dimana ada kebijakan, maka di situ terdapat kekuasaan, kepentingan, dan aktor politik yang bekerja dan membentuk pertemuan harmonis dan bahkan terkadang saling bertentangan (interseksi).

Dengan demikian, santri sangat krusial/penting terjun di politik untuk tujuan merubah wajah politik ke sifat aslinya, yakni kebajikan dan kebijaksanaan untuk kebaikan masyarakat (Aziz, 2021).