Jakarta – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus} mengabulkan, gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Partai PRIMA) terhadap Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), Jumat (3/3/2023)
Dalam salah satu putusan gugatan tersebut, PN Jakpus meminta, KPU RI menunda Pemilu tahun 2024 hingga Juli tahun 2025 sejak putusan dibacakan oleh PN Jakpus.
Pasca pembacaan putusan tersebut, sejumlah pakar mengkritisinya. Hal ini karena menilai putusan tersebut keliru, tak wajar, dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Prof. Dr. H. Mahfud Mahmodin, S.H., S.U., M.I.P., pakar Hukum Tata Negara (HTN) UII Yogyakarta, yang juga Menko Polhukam, menilai bahwa Putusan PN Jakpus menunda Pemilu 2024 ke tahun 2025 harus dilawan.
Hal itu karena putusan tersebut tidak sesuai dengan kewenangannya. Ini di luar yuridiksi, sama dengan Peradilan Militer memutuskan kasus perceraian.
Hakim Pemilu katanya, bukan hakim perdata. Jadi, ketika memutuskan perkara Pemilu, maka vonisnya bertentangan dengan UUD 1945 dan UU yang mengatur pelaksanaan Pemilu setiap 5 (lima) tahun.
Mahfud MD men-tweet,” Vonis PN Jakpus ttg penundaan pemilu ke thn 2025 hrs dilawan, krn tak sesuai dgn kewenangannya. Ini di luar yurisdiksi, sama dgn Peradilan Militer memutus kasus perceraian. Hkm pemilu bkn hkm perdata. Vonis itu bertentangan dgn UUD 1945 dan UU bhw Pemilu dilakukan setiap 5 thn.”
Sinergis dengan Mahfud MD., Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., guru besar HTN UI dan Prof. Dr. Musni Umar, SH., M.Si., Ph.D., Rektor dan Sosiolog Universitas Ibnu Chaldun (UIC) juga berpendapat serupa.