Sumenep – Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Pengurus Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional (PC GMNI) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur bersama masyarakat setempat gruduk Kepolisian Resor (Polres) setempat, Kamis (17/3/2022).
Kedatangan masa aksi tak lain menanyakan soal terkait 5 polisi yang menembak mati Herman (24 tahun), diduga menjadi pelaku pembegalan inisial EF., salah satu warga Kecamatan Arjasa, Sumenep. Oleh kepolisian, pria tersebut dilumpuhkan dengan dilancarkan tembakan berulangkali.
Di tubuh korban, ada enam bekas luka tembakan. Pertama, di bagian dada kiri dekat jantung, selanjutnya ada di bagian betis kanan dan kiri sama-sama dua luka tembakan, serta ada satu di bagian paha kanan.
Kejadian itu terjadi di depan toko swalayan Sakinah, Jalan Raya Adirasa, Desa Kolor, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep, pada Minggu 13 Maret 2022 sore, sekitar pukul 16.30 WIB.
Ketua PC GMNI Sumenep, Robi Nurrahman mengatakan bahwa polisi tidak boleh seenaknya melepaskan tembakan, padahal terduga sudah jatuh tersungkur masih saja diberondong dengan tembakan.
Kondisi demikian, kata dia, jelas bertentangan dengan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Dalam BAB III bagian kesatu Pasal 10 sebagaimana dimaksud Pasal 7 huruf h dijelaskan, setiap petugas atau anggota Polri wajib mematuhi ketentuan berperilaku (Code of Conduct),” teriak Robi di dapan masa aksi, Kamis (17/2/2022).
Selain itu, dalam Pasal 11 ayat (1) poin J disebutkan bahwa setiap petugas atau anggota Polri dilarang menggunakan kekerasan dan atau senjata api yang berlebihan.
“Pertama diberi tembakan peringatan, barulah jika tetap melawan bisa diberi tembakan terukur, yakni tembakan yang tidak menghilangkan nyawa seseorang. Misalkan pada area kaki dengan tujuan agar tidak melakukan perlawanan,” sambungnya.
Lebih lanjut, dirinya mengungkapkan bahwa informasi yang disampaikan oleh pihak Humas Polres Sumenep bahwa Herman adalah begal, dan dipengaruhi Minuman Keras (Miras).
“Semasa hidupnya, saya bersama-sama dengan alamarhum Herman tidak pernah melakukan kriminal apapun,” kata Robi menegaskan.
“Saudara Herman orang baik, kami yang lebih tahu kondisi almarhum. Polres jangan sok tahu,” sambungnya.
Bahkan dirinya dan sejumlah masa aksi menyangkan tindakan kepolisian yang sempat ingin menggagalkan dengan memberikan iming-iming uang senilai Rp3 juta.
“Kami tolak uang dengan tegas, karena aksi ini adalah aksi kemanusiaan tak bisa ditukar oleh uang sepeserpun,” tandasnya.
Berdasarkan pantauan di lapangan, aksi demonstrasi Teru berlangsung, sementara masa aksi di tahan oleh sejumlah pihak kepolisian. Bahkan, istri dan anak almarhum juga datang dalam aksi demonstrasi tersebut.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.