Jakarta – Amandemen ke-5 UUD 1945 ramai jadi topik bahasan (wacana) publik di media sosial. Wacana amandemen ini sebenarnya sudah digulirkan MPR RI (Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia) sejak tahun 2014.
Merespon isu tersebut, Jimly Asshidiqie mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan dalam tweetnya di twitter bahwa wacana amandemen ini melahirkan kontroversial. Apalagi di tengah pandemi dan polarisasi politik antara pemuja dan pemuji (pembenci) yang sama-sama irrasional.
Isunya pasti digoreng ekstrim ke kanan dan kiri. Tapi semua ini baik untuk pendidikan kewarganegaraan dan partisipasi subtantif rakyat berdaulat. Asal dikelola dengan baik, Selasa (31/8/2021).
Sementara itu, menurut Wakil Ketua MPR RI amandemen ke-5 UUD 1945 belum diputuskan oleh Pimpinan MPR RI.
Ahmad Basarah Wakil Ketua MPR RI dari Partai PDI-P di akun resmi twitter MPR RI, munculnya isu ini terkait dengan pembahasan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) atau model baru GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) melalui amandemen terbatas UUD 1945, khususnya pasal yang mengatur tentang kewenangan MPR untuk menetapkan kembali GBHN model baru atau PPHN.
Dia mengatakan bahwa amandemen UUD 1945 memerlukan persyaratan materiil, formil, dan situasi nasional bangsa Indonesia yang kondusif, Sabtu (4/9/2021).
Sinergis Ahmad Basarah, Syarief Hasan Wakil Ketua MPR RI dari Partai Demokrat di akun resmi twitter MPR RI mengatakan bahwa MPR belum memutuskan apapun terkait amandemen UUD 1945.
“Kabar terbaru yang bisa saya sampaikan sesuai dengan hasil Rapat Pimpinan MPR terakhir adalah, MPR masih akan terus melakukan kajian secara mendalam karena banyak aspek yang harus dipertimbangkan,” ujarnya, Senin (6/9/2021).