Daerah  

Belanja Empat BAKORWIL Jatim Dominan untuk Gaji dan Tunjangan Pegawai

Foto kantor BAKORWIL Jember, Malang, Bojonegoro, dan Pamekasan.

Surabaya – Di tahun anggaran (TA) 2020 ada Empat BAKORWIL (Badan Koordinasi Wilayah) Pemerintahan dan Pembangunan di Jawa Timur (Jatim) belanja daerahnya dominan untuk gaji dan tunjangan pegawai. Empat BAKORWIL tersebut adalah BAKORWIL Jember, Malang, Bojonegoro, dan Pamekasan.

Berdasarkan pada data laporan Pertanggungjawaban Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tersebut TA 2020, target/rencana Belanja BAKORWIL Jember Rp11,185 milyar, BAKORWIL Malang Rp12,438 milyar, dan BAKORWIL Bojonegoro Rp13,373 milyar, dan BAKORWIL Pamekasan Rp12.253 milyar.

Persentasenya pada Belanja Tidak Langsung BAKORWIL Jember 59,59% dan

Belanja Langsung hanya sebesar 40,41%, Belanja Tidak Langsung BAKORWIL Malang 68,69% dan Belanja Langsung hanya sebesar 31,31%, Belanja Tidak Langsung BAKORWIL Bojonegoro 68,34% dan Belanja Langsung hanya sebesar 31,66%, dan Belanja Tidak Langsung BAKORWIL Pamekasan 59,34% dan Belanja Langsung hanya sebesar 40,66%.

Realisasi belanja tersebut Belanja BAKORWIL Jember Rp10,796 milyar, BAKORWIL Malang Rp11,878 milyar, BAKORWIL Bojonegoro Rp12,247 milyar, dan BAKORWIL Pamekasan Rp11,365 milyar.

Tampak dari realisasi Belanja tersebut bahwa Belanja Tidak Langsung BAKORWIL Jember, Malang, Bojonegoro, dan Pamekasan dominan daripada Belanja Langsung. Pada BAKORWIL Jember Belanja Tidak Langsung mencapai 58,43% dan Belanja Langsung untuk 7 programnya hanya sebesar 41,57%, BAKORWIL Malang Belanja Tidak Langsung mencapai 68,61% dan Belanja Langsung untuk 7 programnya hanya sebesar 31,39%, BAKORWIL Bojonegoro Belanja Tidak Langsung mencapai 66,52% dan Belanja Langsung untuk 7 programnya hanya sebesar 33,48%, dan BAKORWIL Pamekasan Belanja Tidak Langsung mencapai 60,65% dan Belanja Langsung untuk 7 programnya hanya sebesar 39,35%.

Respon (2)

  1. Idealnya, ke-4 Bakorwil dan seluruh Bakorwil warisan orde baru lainnya harusnya dihapus dari nomenklatur kenegaraan, karena institusi ini kurang efektif dari aspek tujuan utamanya sebagai badan koordinasi pemerintahan di beberapa kabupaten/kota yg menjadi bawahannya. Lembaga yg dulunya bernama karesidenan ini tak ubahnya hanya aebagai lembaga tempat parkiran orang2 yg jobdesnya tidak jelas tapi dapat gaji dari negara. Ini malah jadi beban anggaran demi menyelamatkan hidup sejumlah orang. Jaman otoda seperti ini harusnya negara berpikir dg prinsip efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan publik.

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Madurapers

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca