Jakarta – Hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di parlemen yang menolak pengesahan revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) sebagai Rancangan Undang-Undang (RUU) insiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Jumat (11/2/2022).
Dilansir dari laman website PKS, ada 7 (tujuh) cacatan kritis Fraksi PKS alasan menolak menyetujui pengesahan revisi UU PPP sebagai RUU Inisiatif DPR RI.
Paparan catatan kritis itu dibacakan oleh Bukhori Yusuf, juru bicara (jubir) dan anggota Badan Legislasi DPR RI Fraksi PKS pada Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (8/2/2022). Berikut tujuh catatan kritis tersebut:
Pertama, terkait metode Omnibus dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, Fraksi PKS menegaskan bahwa metode apapun yang akan digunakan oleh pembentuk UU haruslah bertujuan untuk mereformasi proses pembentukan peraturan perundang-undangan agar menjadi lebih baik, berkualitas, dan berpihak pada kepentingan rakyat dan negara.
Kedua, Fraksi PKS mengusulkan sejumlah prasyarat penggunaan metode Omnibus untuk menjamin adanya kepastian hukum, meningkatkan kualitas legislasi, dan melibatkan sebanyak-banyaknya partisipasi publik dalam penyusunan undang-undang. Diantaranya, metode Omnibus hanya dapat digunakan untuk penyusunan peraturan perundang-undangan terhadap satu bidang khusus tertentu (kluster).
Hal ini agar penyusunan peraturan perundangan tersebut fokus hanya berkaitan dengan satu tema spesifik yang tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan untuk digabungkan dalam satu peraturan perundang-undangan baru dengan metode Omnibus.
Ketiga, Fraksi PKS menolak ketentuan tentang perbaikan RUU setelah persetujuan bersama antara DPR dan Presiden dalam Rapat Paripurna DPR, karena hal tersebut membenarkan praktik legislasi yang tidak baik sehingga merendahkan marwah pembentuk undang-undang.