Jakarta – Pemerintah lewat Menko Polhukam RI Mahfud MD., mendesak agar pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana dapat segera dipercepat, Sabtu (1/4)2023).
Namun kondisi terkini, pemerintah belum juga menyerahkan Surat Presiden (Supres), naskah akademik, dan draf RUU tersebut kepada DPR RI.
Padahal, RUU tersebut merupakan usul inisiatif pemerintah. Di mana saat rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Menko Polhukam RI menyebutkan, urgensi rancangan UU itu bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.
Anggota Komisi III DPR RI Asrul Sani sempat memberikan tanggapan, jika pemerintah menilai hal itu mendesak, maka terdapat alternatif lain, misalnya pemerintah juga dapat mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Sehingga, secepat terdapat aturan terkait.
”Sekarang ini, kan, yang dikesankan adalah DPR tidak mau membahasnya. Padahal, naskah akademik dan draf RUU-nya saja belum dikirim ke DPR,” ujarnya kepada awak media, Jumat (31/3/2023).
Asrul meyakini, jika disahkan, RUU Perampasan Aset akan memberikan landasan hukum yang lebih baik dalam penegakan hukum. Namun, dia mengingatkan, pada akhirnya semua akan tergantung juga pada budaya penegakan hukum karena selama ini penegakan hukum masih tebang pilih.
Untuk itu Asrul juga meminta pemerintah untuk aktif dalam melakukan lobi dan musyawarah. Dia tidak ingin pemerintah seakan lepas tangan dan menyerahkan upaya pengesahan RUU Perampasan Aset hanya kepada DPR.
“Kita pertemukan semua sudut pandang dan kepentingan sehingga hal yang dikhawatirkan bisa kita pecahkan bersama,” jelasnya.
Di sisi lain, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Santoso menyebut partainya sudah mendelegasikan setiap kebijakan legislasi kepada fraksi di DPR RI.
Santoso pun turut berharap RUU ini bisa segera disahkan demi pemberantasan korupsi yang lebih baik. Terutama dalam proses penyitaan harta hasil pencucian uang yang kerap dilakukan oleh koruptor.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.