Jakarta – Sejak 2013 hingga 2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di kisaran 5 persen berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Pada 2024, ekonomi nasional hanya tumbuh 5,03 persen, masih jauh dari target untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2045.
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional dapat mencapai 8 persen dalam masa pemerintahannya. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, menilai target ini dapat dicapai jika pemerintah mampu memperbaiki sektor-sektor strategis.
Menurut Said, pertumbuhan ekonomi harus dirancang agar seluruh rakyat merasakan manfaatnya. Ia menekankan pentingnya keluar dari jebakan pertumbuhan 5 persen dan memperbaiki model pertumbuhan ekonomi yang selama ini kurang berdampak bagi masyarakat bawah.
Model ekonomi yang diterapkan selama ini berasumsi bahwa insentif kepada kelompok ekonomi atas akan mendorong pertumbuhan yang lebih luas. Namun, kenyataannya, pertumbuhan lebih banyak dinikmati kelompok atas dibandingkan masyarakat menengah ke bawah.
Said juga menyebutkan bahwa ketimpangan ekonomi dapat terlihat dari data rasio gini yang meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Pada akhir Orde Baru, rasio gini berada di angka 0,33, kemudian naik menjadi 0,437 pada 2013 dan tetap tinggi di kisaran 0,38 hingga 0,40 dalam sepuluh tahun terakhir.
Ia menyoroti analisis Thomas Piketty yang menunjukkan bahwa ketimpangan terjadi ketika kekayaan pribadi tumbuh lebih cepat dibanding pendapatan nasional. Data Credit Suisse pada 2022 juga mencatat bahwa sebagian besar penduduk Indonesia dewasa memiliki kekayaan di bawah 10.000 dolar AS, sementara hanya sebagian kecil yang memiliki kekayaan di atas 1 juta dolar AS.