Jakarta – Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai pelayan publik dan pengayom masyarakat menjaga marwah agar tidak terpengaruh (netral) pada kepentingan orang perorang atau kelompok tertentu dalam kontestasi politik, Jumat (3/3/2023).
Hal itu disampaikan oleh Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Herwyn JH Malonda. Menurutnya, melansir dari Bawaslu RI, kewenangan ASN sangat rentan dipengaruhi oleh calon peserta pemilu.
“ASN tidak terpengaruh sirkulasi kekuasaan politik dan menjadi salah satu objek pengawasan, tidak hanya oleh Bawaslu, tetapi juga oleh Komisi ASN, dan masyarakat pada umumnya,” katanya.
Penjelasan itu ia sampaikan saat menjadi narasumber dalam kegiatan Fasilitasi dan Pembinaan Penanganan Pelanggaran Netralitas ASN di Jakarta, Selasa (28/2/2023).
Dikatakan Herwyn, kewenangan dan kekuasaan ASN dengan yang dimilikinya sangat rentan untuk dipengaruhi dan mempengaruhi, sehingga menjadi berpihak pada salah satu pasangan calon.
Dalam perhelatan pemilu atau pemilihan (pilkada), lanjutnya, banyak dari ASN yang dimobilisasi sebagai basis dukungan politik.
Menurutnya, politisasi jenis ini cenderung disertai dengan tekanan dan intimidasi serta ancaman yang sering membuat seorang ASN tidak berani untuk menghindarinya.
“Mereka terpaksa berpihak, sebab mengambil posisi netral dapat dianggap sebagai sebuah pembangkangan yang akibatnya bisa sangat fatal bagi posisi mereka dalam struktur birokrasi. Namun ada juga ASN bermain yang politik praktis dengan menginisiasi dan menggalang dukungan politik,” tuturnya.
Koordinator Divisi Sumber Daya Manusia dan Organisasi Bawaslu ini menambahkan, netralitas ASN dalam pemilu diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Salah satunya pada Pasal 281, yang berbunyi ASN tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjalani cuti di luar tanggungan negara. (*)